a.
Penyiapan Guru
1)
Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) belum secara maksimal menghasilkan
lulusan berkarakter pendidik, mengajar secara tekstual, berorientasi pada
ujian, dan belum mengarah kepada proses pendidikan watak.
2)
Kualitas
layanan pendidikan di LPTK sangat beragam dan belum memenuhi standar lembaga
pendidikan guru profesional yang berdampak pada rendahnya mutu pendidikan
seperti dinyatakan dalam hasil studi internasional TIMS, bahwa pendidikan di
Indonesia masih berorientasi pada ingatan/menghafal bukan pada pengembangan
logika berpikir dan kemampuan pemecahan masalah.
3)
Penyelenggaraan
pendidikan guru di LPTK belum dirancang untuk memenuhi kebutuhan guru secara
regional dan nasional sehingga mengakibatkan kelebihan untuk guru bidang
tertentu tetapi kekurangan untuk bidang studi lainnya.
1)
Sistem
rekruitmen guru belum berbasis kebutuhan lapangan,
berlebih di kota dan kekurangan di pedesaan.
2)
Pengangkatan
guru sarat dengan KKN, tidak transparan, bersifat primordial kedaerahan, dan
dikooptasi oleh kepentingan politis penguasa.
3)
Banyak guru yang diangkat tidak sesuai dengan persyaratan standar
minimal kompetensi guru.
4)
Rekrutmen
guru honorer di sekolah negeri masih dominan dan menimbulkan banyak masalah
meskipun ada larangan untuk merekrut guru honor.
1)
Distribusi guru yang tidak merata terutama guru mata pelajaran,
terkonsentrasi di kota
sehingga kewajiban jam mengajar guru minimal 24 jam tidak dapat dipenuhi.
2)
Distribusi
guru mengalami kesulitan antarkota dan antarprovinsi karena merupakan aset
daerah.
3)
Karena
terbatasnya guru di daerah pedesaan dan
terpencil, masyarakat terpaksa merekrut guru yang tidak memenuhi kualifikasi
standar nasional.
4)
Sistem
perekrutan dan model tes CPNS tidak sesuai jabatan fungsional guru.
5)
Terjadi politisasi dan komersialisasi dalam penempatan guru/PNS
1)
Pembinaan
karir guru tidak jelas, belum terpadu antara kebijakan pusat dan daerah serta
tidak dilaksanakan secara berkesinambungan.
2)
Menyamakan
jabatan fungsional guru dengan pegawai PNS biasa tidak kondusif untuk
meningkatkan kinerja guru.
3)
Ego
kedaerahan dalam mutasi guru masih dominan akibat ketatnya sistem penganggaran
dalam APBD.
4)
Terbatasnya kuota sertifikasi guru.
5)
Belum optimalnya fungsi Musyarawah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Kelompok
Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dalam pembinaan
kompetensi guru.
6)
Tidak ada evaluasi, analisis, dan tindak lanjut terhadap hasil
pembinaan guru.
Sistem
desentralisasi dan perundang-undangan yang mengatur permasalahan kebijakan
pengelolaan guru perlu fleksibel dan tepat sehingga beberapa permalahan yang
terkait dengan peran pemerintahan dapat diminimalisasi. Beberapa permasalahan
yang berkaitan dengan desentralisasi dimaksud adalah (a) kebijakan desentralisasi yang berlebihan, (b) peningkatan
mutu pendidikan terhambat karena manajemen guru yang terkendala oleh
desentralisasi, (c) distribusi guru terkendala pelaksanaan desentralisasi, dan
(d) pengelolaan guru belum dilakukan dengan baik, seperti dalam sistem
kepegawaian seolah-olah ada 2 sistem, yakni sistem kepegawaian pusat dan sistem
kepegawaian daerah, yang mengakibatkan terganggunya upaya pemerataan dalam
penempatan guru.
Berberapa solusi pemecahan persoalan tersebut dapat
dikemukakan, antara lain (a) sentralisasi wilayah, urusan
manajemen kepegawaian guru dinyatakan sebagai urusan provinsi. Opsi ini sejalan
dengan rencana penguatan fungsi dan peran provinsi, (b) desentralisasi parsial,
urusan manajemen kepegawaian guru didesentralisasikan kepada pejabat karir
tertinggi di bawah pengawasan cabang komisi Aparat Sipil Negara (ASN) provinsi.
Opsi ini sejalan dengan konsep RUU ASN. Berdasarkan permasalahan dan
solusi maka akan berimplikasi dalam hal (a) Revisi UU
Nomor 32 Tahun 2004, dengan memberi wewenang provinsi dalam manajemen guru, dan
(b) Penyesuaian dengan UU baru yang mengatur tentang kepegawaian bagi guru sebagai perubahan dari UU Nomor 8 Tahun 1974
sebagaimana diubah dalam UU Nomor 43
Tahun 1999.
Permasalahan guru honorer, bahwa banyak guru honorer yang sudah lama mengabdi tetapi belum
diangkat sebagai pegawai negeri. Perlu ada penanganan khusus, yakni (a) melalui
pengangkatan guru honorer disesuaikan dengan kebutuhan, dan (b) perlu adanya
pembenahan dan atau penyempurnaan regulasi menyangkut penghargaan kepada guru
honorer yang sudah lama mengabdikan dirinya. Hal ini berimplikasi pada sistem
sentralisasi atau desentralisasi dalam hal kewenangan penanganannya sehinggaa
perlu upaya penyelesaiannya secara baik.
Disamping itu, adanya perhatian terhadap sekolah madrasah swasta
dan sekolah swasta umum masih rendah atau
kurang. Sebab, kenyataannya di daerah terdapat 90% madrasah swasta dan 60%
sekolah swasta yang belum tersentuh oleh pengambil keputusan dibidang
pendidikan sehingga orientasi kebijakan hanya pada sekolah negeri saja. Mengatasi
hal ini, perlu memasukan materi aspek sekolah swasta dalam prajabatan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan (DIKLATPIM) pejabat
struktural. Implikasinya, perlu penyesuaian Kurikulum Diklat Pembinaan PNS.
Berdasarkan sistem pengelolaan guru maka urusan
kewenangan menurut PP Nomor 39 tahun 2007 paling tidak dapat dikelompokkan atas
kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten, dan kota sesuai bidang yang ditangani, sebagai berikut:
a.
Kewenangan Pemerintah Pusat
Dalam hal penyiapan calon guru, yakni bagaimana
memperoleh calon guru profesional yang tepat sesuai kebutuhan. Tentu saja,
pemenuhan calon guru ini dilakukan oleh perguruan tinggi dengan menerima
mahasiswa calon guru sesuai kuota nasional sehingga tidak menimbulkan
permasalahan dikemudian hari jika dilakukan penerimaan secara berlebihan. Pemerintah
dalam hal ini pun perlu menetapkan LPTK penyelenggara seperti penyelenggara
pendidikan guru sekolah dasar strata satu. Dengan demikian, perlu penentuan
kurikulum dalam penyiapan guru yang sesuai dengan standar kelembagaan LPTK.
Dalam hal pengangkatan dan penempatan guru
di satuan pendidikan maka pemerintah pusat perlu mengangkat dan menempatkan
guru baru atau mutasi guru lama secara baik. Perlu memperhatikan peta nasional
kebutuhan guru baru termasuk perlunya memperhatikan hasil seleksi nasional
penerimaan calon guru baru yang tidak ditumpangi berbagai kepentingan politis.
Dengan kata lain, pengangkatan pertama guru baru harus sesuai dengan peta
kebutuhan nasional.
Masalah penugasan guru dalam satuan
pendidikan, pemerintah perlu memperhatikan sehingga pemberian tugas profesional
guru dapat dilakukan secara tepat. Pemerintah pusat perlu memperhatikan sistem
dan harus memiliki sistem penugasan guru secara nasional dan sistem kendali
mutu nasional sebagai wadahnya.
Pembinaan dan pengembangan profesional guru
yang menjadi urusan pemerintah pusat perlu dilakukan secara terencana dan
terprogram selama seorang guru bekerja secara profesional sehingga upaya
pembinaan dan pengembangan pun semata-mata mengarah kepada profesi guru secara
berkelanjutan sepanjang kariernya. Pemerintah dalam hal ini Balitbang perlu
memiliki sistem pengembangan profesional guru. Memberikan wadah sebagai sarana
dan wahana berpikir maju untuk pengembangan profesinya dalam konteks
kelembagaan. Disamping itu, pemerintah pusat perlu memiliki urutan jalur karier
guru secara nasional.
b.
Kewenangan Pemerintah Provinsi
Dalam hal penyiapan calon guru, yakni
bagaimana memperoleh calon guru yang tepat sesuai kebutuhan profesionalismenya.
Pemerintah provinsi perlu mengadakan kemitraan dengan LPTK yang memiliki
tanggung jawab dalam penyiapan calon guru ketika calon guru masih mengikuti
pembelajaran. LPTK dan pemda provinsi perlu menyiapkan calon guru yang memiliki
jiwa memimpin termasuk memiliki jiwa apresiasi yang tinggi dalam memahami suatu
persoalan khususnya bagi calon guru pemula.
Pengangkatan dan penempatan guru di satuan
pendidikan. Bagaimana mengangkat dan menempatkan guru baru/mutasi guru lama
secara baik? Mencakup masukan peta kebutuhan calon guru perprovinsi, peta
kebutuhan guru baru provinsi, dan peta penempatan guru baru untuk
kabupaten/kota.
Penugasan guru dalam satuan pendidikan.
Terkait dengan bagaimana memberi tugas profesional guru secara tepat, meliputi
penugasan guru pada jenjang pendidikan per kabupaten/kota, supervisi induksi
guru baru. Dalam hal Pembinaan dan pengembangan guru profesional perlu diupayakan
bagaimana memelihara dan meningkatkan profesionalitas guru secara berkelanjutan
sepanjang karier. Urusannya, meliputi kelembagaan pelatihan profesional guru, program
pelatihan profesional tahunan, dan jalur karier guru provinsi.
c.
Kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota
Dalam hal penyiapan calon guru, yakni
bagaimana memperoleh calon guru yang tepat maka kewenangan kabupaten dan kota
menyiapkan calon guru melalui kerjasama dengan LPTK dan lembaga pendidikan
terkait. Pengangkatan dan penempatan guru dalam satuan pendidkan, yakni bagaimana
mengangkat dan menempatkan guru baru/mutasi guru lama secara baik. Kewenangannya,
meliputi masukan kebutuhan calon guru per kabupaten/kota, menentukan peta
penempatan guru pada jenjang/satuan pendidikan di kabupaten/kota.
Pada penugasan guru, yakni bagaimana
memberi tugas profesional guru secara tepat? Mencakup urusan penugasan guru
pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dan supervisi rutin guru pada satuan
pendidikan. Sementara dalam hal pembinaan dan pengembangan guru secara
profesional, yakni terkait bagaimana memelihara dan meningkatkan
profesionalitas guru secara berkelanjutan sepanjang karier, mencakup urusan kegiatan
refleksi profesional rutin guru dalam gugus satuan pendidikan dan penyegaran
profesional guru berkala (semesteran) kabupaten/kota.
a.
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan maka dapat ditarik beberapa simpulan, sebagai berikut:
1)
Permasalahan
penyiapan guru, rekrutmen dan pengangkatan guru, penempatan dan penugasan guru,
dan pembinaan dan pengembangan guru masih belum siap,
belum standar dan belum profesional baik menyangkut guru, LPTK, maupun Dinas
Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota.
2)
Mengatasi
masalah menyangkut penyiapan guru, rekrutmen dan pengangkatan guru, penempatan
dan penugasan guru, dan pembinaan dan pengembangan guru
secara profesional, standarisasi mutu dan pembatasan LPTK, sentralisasi sistem
rekrutmen, serta pengangkatan secara langsung lulusan LPTK perlu berdasarkan
kebutuhan guru di Indonesia serta sinkronisasi program pembinaan dan
pengembangan guru melalui MGMP, KKG dan MKKS.
3)
Implikasinya,
sentralisasi sistem penyiapan, penempatan, penugasan,
pembinaan dan pengembangan guru dilakukan secara terpadu dengan pola pelaksanaan
secara regional. Standarisasi dan pembatasan jumlah LPTK yang berfungsi
melayani kebutuhan pengadaan, penempatan, dan pembinaan karir guru secara
regional. Menyusun Revisi UU 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk mengakomodasi perubahan mekanisme
pendidikan, pengangkatan, penempatan, penugasan, pembinaan dan pengambangan
guru yang sentralistik pada Kemendiknas dengan mekanisme pelaksanaan secara
regional. Menyusun pola implementasi kebijakan sentralisasi pengelolaan guru
secara bertahap, sesuai kesiapan birokrasi Kemendiknas dan LPTK, paling lama 5
tahun, sesuai pilot projek tahun 2012.
Berdasarkan simpulan maka dapat ditarik
beberapa rekomendasi, sebagai berikut:
1)
Dalam hal penyiapan guru, perlu dilakukan standarisasi mutu LPTK dengan sistem asrama,
berikatan dinas, berbasis disiplin bidang studi serta mempunyai sekolah
laboratorium untuk menghasilkan guru yang berkompetensi pedagogik, profesional,
emosional, dan spiritual serta berwawasan NKRI serta membatasi jumlah LPTK yang
berfungsi sebagai pusat pendidikan preservice
dan inservice guru yang
menyelenggarakan program studi secara buka-tutup sesuai kebutuhan regional dan
nasional.
2)
Berkaitan dengan rekrutmen dan pengangkatan guru,
perlu adanya sentralisasi sistem rekrutmen dan pengangkatan guru yang
dilaksanakan secara terpadu dengan program pendidikan guru dengan ikatan dinas
pada LPTK yang berfungsi memenuhi kebutuhan guru secara regional dan nasional.
Dalam hal seleksi calon peserta pendidikan guru di LPTK diselenggarakan oleh
Kemendiknas secara regional sesuai dengan peta kebutuhan guru secara nasional.
3)
Dalam hal penempatan dan penugasan guru, sebaiknya
lulusan LPTK langsung diangkat dan
ditempatkan berdasarkan kerangka ikatan dinas dan kebutuhan tenaga guru di
seluruh Indonesia. Penugaan guru mengajar sebagai guru rumpun bidang studi
terutama untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah terpencil yang menerapkan
sekolah kecil atau satu atap. Kemendikanas mempunyai kewenangan mengangkat,
memindahkan, dan memberhentikan guru yang dilaksanakan secara regional di
tingkat provinsi.